Munir dan Kemerdekaan HAM Indonesia

Kamis, 17 Agustus 2017 | 16:59 WIB
Share Tweet Share

Munir mencari keadilan untuk semua. Adalah sejauh kita hidup di tengah-tengah bayang-bayang penindasan kemanusiaan hari ini, kita belum sepenuhnya merdeka. Kita masih disuguhkan dengan tontotan kanibalisme akut yang terwakili dalam sosok Munir.

Tiga belas tahun sudah kasus pembunuhan Munir Said Thalib, Aktivitis yang getol memperjuangkan Ham itu belum menemukan titik terang. Hingga sampai hari ini pemerintah belum mengumumkan kepada Publik hasil penyelidikan kasus ini. Padahal, jika mengacu pada Kepres no. 111 tahun 2004 tentang pembentukan TPF kasus meninggalnya Munir, mengamanatkan pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan tim kepada masyarakat. Namun pemerintah rupanya menciptakan sejumlah alasan untuk menutupi kebenaran kasus ini.

Hal ganjal lain yang ditemukan dari kasus pengusutan kasus ini adalah diselangkangi Peraturan Mahkama Agung (Perma) no. 2 tahun 2011 pasal 9 ayat ( 3) tentang tatacara penyelesaian sengkenta informasi publik di pengadilan. Perma ini mengamanatkan, jangka waktu penetapan putusan kasasi tidak boleh lebih dari 30 hari.

Namun tidak demikianlah dengan pengusutan kasus yang menimpa saudara Munir. Gugatan yang sebelumnya dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil yang diwakili Kontras ( Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindakan Kekerasan) per 27 Februari 2017 terkait putusan PTUN yang yang mengaggap dokemen TPF bukan informasi Publik melebihi waktu yang telah ditentukan itu. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, Kontras, melalu Suciwati, salah satu tim penggagas TPF mengatakan, hasil gugatan yang dilayangkan ke PTUN terkait keabsahan dokumen TPF dibatalkan oleh pengadilan. Meskipun putusan ini belum diterima secara resmi melalui Panitera, Koalisi per 13 Juni 2013 melalui Website melihat kasasi ditolak ( Hukum Online.com, Kamis, 17/8/2017). Demikianlah secuil ketimpangan terhadap pengusutan kasus Munir yang hingga hari ini menyisakan sejumlah pertanyaan.

Di tengah semarak Kemerdekaan RI yang ke 72, apa titik urgensi yang mesti dimaknai bagi kemajuan Ham Indonesia, terkhusus pengusutan tuntas ketidakadilan yang menimpa Munir?

Kemerdekaan bagi Munir

Tak terasa, usia kemerdekaan Indonesia telah mencapai usia 72 tahun. Para pahlawan telah berjasa besar meraih kemerdekaan itu dengan rintihan air mata dan tetesan darah pengorbanan.

Namun, berbicara kemerdekaan selalu berada dalam ruang dan waktu. Kemerdekaan yang telah direguk 72 tahun lalu mesti dimaknai dalam ruang dan waktu hari ini. Jika 72 tahun lalu para penjajah berhasil mematahkan dominasi asing dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia - hari ini, upaya mengakhiri penindasan kemanusiaan yang kian berseliweran di mana-mana adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab bukankah kemerdekaan itu sendiri merupakan kepemilikan atas kekuasaan untuk menguasai diri sendiri dan perbuatan?

Tentu saja kemerdekaan tidak sama dengan keliaran. Kemerdekaan bagi seseorang/ kelompok tidak boleh berlawanan dengan kodrat Kemanusiaan  (prof Dryarkara). Selaras dengan seruan Prof Dryarkara di atas, maka kemerdekaan bagi Munir adalah memastikan kasus ini segera terungkap secara terang benderang ke publik. Pemerintah melalui aparat terkait harus memiliki keberanian untuk memperlihatkan ke publik tangan-tangan tersembunyi yang telah mencederai Kemanusiaan Munir. Pengungkapan kasus munir juga berarti upaya menempatkan kekuasaan sebagai alat untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, bukan sebaliknya justru meniadakan kemanusian lain sebagai nilai kodrati.

Kemerdekaan sebagai kampanye kemanusiaan juga dipertegas oleh Bung Karno sendiri. Bawasanya kemerdekaan itu harus menyediakan kebebasan melakukan apa pun untuk emansipasi nasionalnya. Asalkan kebebasan itu tidak mengganggu atau merugikan kepentingan nasional Bangsa lain, demikian lanjut Sang Proklamator.

Dengan definisi ini kita mesti bertanya untuk diri sendiri, apakah sekarang kita masih Bangsa merdeka?

Adalah sejauh kita hidup di tengah-tengah bayang-bayang penindasan kemanusiaan hari ini, kita belum sepenuhnya merdeka. Kita masih disuguhkan dengan tontotan kanibalisme akut yang terwakili dalam sosok Munir.

Kemerdekaan baru menemukan bentuknya sejauh kita mengisi kemerdekaan hari ini dengan memulihkan nilai-nilai kemanusiaan yang terus dicederai oleh sesama anak bangsa. Jika akhir-akhir ini kita diperdengarkan dengan wancana kemudahan remisi bagi terpidana Narkoba dengan alasan mengurangi penghuni Lapas (detik.com, 21 April 2017), maka tidaklah berlebihan kalau kita mengisi kemerdekaan hari ini dengan segera mengusut tuntas Kasus terbunuhnya Munir demi nilai Kemanusiaan universal dan nilai kemanusiaan Indonesia khususnya.

Dirgahayu NKRI yang ke 72. Salam perjuangan.

Penulis: Rian Agung

Editor: Elnoy


Berita Terkait

Komentar