Persekusi, "Politik Penjorokan" yang Sistematis dan Radikal

Kamis, 08 Juni 2017 | 13:06 WIB
Share Tweet Share

Istimewa

Persekusi politik. Satu rangkaian serangan kekerasan (violence persecution) disasarkan kepada lawan politik atau yang diposisikan sebagai lawan. Kekerasan itu bisa jadi dalam berbagai bentuk, seperti: ujaran (hate speech oral offence) lisan/tulisan, kekuatan fisik individual/massal, uang, dan/atau otoritas jabatan yang memproduksi "kebenaran otoritatif dekoratif".

Persekusi "yang politis", dikatakan demikian, jika rangkaian luasan serangan itu terjadi secara sistematis dan radikal dalam operasionalnya, sebagai terjemahan dari suatu kebijakan atau sikap elite/pimpinan kelompok terhadap lawannya.

Esensi niat dasar (original intent) dari tindakan persekusi bertujuan membusukkan orang/pihak yang sesungguhnya baik-baik. Sebab itu persekusi dapat juga disebut sebagai "politik penjorokan".

Di sekitar tahun1992, sekelompok aktivis sudah mewanti-wanti adanya persekusi yang sedang mendompleng rezim penguasa di masa itu. Barusan terkini semakin jelas dan terang tindakan persekusi individual kentara bisa dibaca sebagai bagian dari persekusi politik.

Sebagai contoh empiris tampak terlihat pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Daya ampuhnya dilegalkan oleh (dalam sarat soal legitimasi) putusan otoritas jabatan yang memproduksi "kebenaran hukum otoritatif dekoratif".

Bukan tak mungkin (bisa diprediksi dan dikalkulasi) maraknya persekusi politik akan dapat berlanjut replikasinya ke Pilkada serentak 2018 dan pemilu serentak 2019.

Replikasi politik penjorokan itu selalu ada dalam praktik yang "buntu AKAL SEHAT" terutama bila "buntu daya intelektual" dari kaum politisi jalanan.

Melawan persekusi politik adalah upaya sadar eksplorasi akal sehat yang selalu tak henti mengkreasi karya inovatif membangun peradaban bangsa NKRI. Sebaliknya, membiarkannya terjadi sama saja dengan memunahkan peradaban demokrasi, mengabaikan hukum, dan mengancam keutuhan NKRI.


Editor: Elnoy


Berita Terkait

Opini

Lilin Keutuhan NKRI

Senin, 22 Mei 2017
Opini

Pajak, Ani, dan Modal Presiden

Rabu, 31 Mei 2017

Komentar