Lilin Keutuhan NKRI

Senin, 22 Mei 2017 | 20:32 WIB
Share Tweet Share

Maksimus Ramses Lalongkoe (Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia)

[JAKARTA] Akhir-akhir ini boleh dibilang, suhu politik di negeri yang memegang teguh Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ini seperti sedang diguncang badai dan petir. Suhu politik ini semakin panas pasca hakim Pengadilan Negeri Jakarta yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto memvonis Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dua tahun penjara karena terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan terhadap agama seperti yang tertuang dalam pasal 156a KUHP. Sidang putusan ini digelar pada Selasa, 9 Mei 2017 di Auditorium Kementan, Jl. RM. Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan.

Fenomena Lilin Ahok

Pasca putusan hakim, seorang relawan Ahok, Geraty Samapaty meninggal dunia di rumahnya setelah mendengar Ahok divonis dua tahun penjara melalui siaran televisi. Geraty yang sehari-hari bertugas sebagai keamanan di rumah Lembang, salah satu markas pemenangan Ahok-Djarot pada Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu harus meninggalkan istri dan dua anaknya yang masih kecil-kecil akibat serangan jantung. Peristiwa duka ini viral seketika baik melalui media massa mapun melalui media-media sosial.
Bersamaan dengan meninggalnya relawan Ahok ini, gelombang protes masyarakat terhadap putusan hakim yang menjatuhkan pidana dua tahun penjara terhadap Ahok juga bermunculan dan terus menerus berdatangan hingga hari ini. Jika awalnya aksi protes ini hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, kini aksi protes melalui pemasangan lilin ini mulai meluas di berbagai daerah di Indonesia, seperti Jogya, Denpasar, Papua, Surabaya, NTT, Manado, dan sejumlah daerah lainnya yang merasa perihatin dengan peristiwa hukum yang menimpa Ahok.
Reaksi protes ini juga tidak saja berlangsung di Indonesia namun warga Indonesia di sejumlah negara di dunia melakukan hal serupa sebagai wujud kecintaan dan simpati mereka terhadap Ahok dan sebagai bentuk keprihatinan terhadap keadilan hukum di atas negara hukum.

Lilin Keutuhan NKRI

Putusan dua tahun penjara terhadap Ahok meskipun sedang dalam proses banding di Pengadilan Tinggi, seolah membakar semangat masyarakat Indonesia yang mencintai rasa keadilan hukum di atas sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum. Pemasangan lilin di sejumlah daerah di Indonesia merupakan fenomena menarik sebab ini tidak biasanya terhadap seseorang yang diputus bersalah oleh pihak pengadilan di negeri ini.
Aksi yang digelar secara spontan dan berlangsung secara serempak ini tentunya berlandaskan semangat kebhinekaan di atas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakim memang telah memutuskan Ahok bersalah. Sebagai negara yang menjadikan hukum sebagai panglima tentu pula menghargai dan menghormati proses hukum yang telah diputuskan, meskipun proses itu menuai kecaman dan kritikan publik luas.
Kecaman dan kritikan publik luas yang kini diwujudkan dalam bentuk aksi pemasangan ribuan lilin di berbagai daerah, tampak memiliki alasan dan dasar pertimbangan. Pertimbangan paling jelas yang dapat dideskripsikan, bahwa publik merasa kecewa dan tidak puas terhadap keputusan hakim yang mengadili Ahok. Selain itu fenomena pemasangan lilin ini sesunggunya bentuk dukungan konkret solidaritas masyarakat terhadap Ahok.
Hukuman tehadap Ahok membuat masyarakat dari berbagai lapisan menyeruak dan menjadikan Ahok sebagai simbol perjuangan kebhinekaan dan keadilan di Indonesia. Simbol perjuangan kebhinekaan dan keadilan ini, tidak lagi melihat Ahok sebagai simbol yang mewakili etnis dan agama tertentu, tetapi sebuah perjuangan kolektif terhadap keadilan hukum.

Namun, anekamacam tuntutan seperti membebaskan Ahok dalam perjuangan ini patut dilihat hanya sebatas tuntutan biasa sebagai suatu reaksi ketiadakpuasan terhadap hukum di suatu negara demokrasi, sebab sebab sebuah putusan hukum yang telah ditetapkan secara sah tentunya tidak dapat diubah melalui tekanan dan desakan massa untuk mengubahnya selain melalui perjuangan hukum itu sendiri. Perjuangan para pendukung Ahok ini baru akan bisa membebaskan Ahok jika lewat pengadilan banding akan menyatakan Ahok tak bersalah. Maka, dalam kerangka berpikir seperti itulah fenomena pemasangan lilin bisa dipahami sebagai sebuah ungkapan rasa antara prihatin yang mendalam atas matinya keadilan hukum bagi Ahok sekaligus sebagai simbol nyalanya harapan akan bebasnya Ahok dalam sidang banding yang telah direncanakan Ahok.

Selain itu, pemasangan lilin-lilin ini tidak lebih dari menghadirkan keadaan terang terhadap keadilan hukum di Indonesia. Lilin dilihat simbol yang memancarkan cahaya menerangi ruang-ruang gelap mafia hukum di negeri ini selain simbolisasi pengorbanan yang tulus. Sebagai simbol pengorbanan, lilin adalah Ahok yang hancur meleleh secara politis namun mampu membangkitkan semangat memperjuangkan hak-hak konstitusional segenap warga negara RI terutama yang selama ini kurang memperoleh akses karena status agama atau etnisitasnya. Ya, Ahok adalah lilin yang memberikan terang bagi semua orang terutama bagi masyarakat yang menginginkan dan mengharapkan keadilan hukum yang sebanar-benarnya bisa tegak di negeri ini.
Masyarakat kecil yang ramai-ramai memasang lilin untuk Ahok sesungguhnya pula, bentuk keteguhan hati dan kecintaan masyarakat terhadap keutuhan NKRI dari berbagai macam ancaman disintegrasi. NKRI yang terdiri dari bermacam-macam Suku, Agama, Ras dan Golongan tentunya mengharapkan kedamaian, keadilan, dan persatuan terwakilkan oleh para pembakar lilin tersebut yang melebur dalam lautan massa tanpa peduli agama dan etnis yang mereka sandang masing-masing.

Berpadunya para pembakar lilin yang lintas latar dalam sebuah gerakan sosial adalah sesuatu yang patut kita syukuri bersama. Selama ini, saat terjadi ketidakadilan, pelanggaran-pelanggaran konstitusi, publik di negeri ini cenderung diam dan menggabungkan diri dalam golongan silent majority, cenderung apolitis. Maka, membaca gerakan membakar lilin yang menjangkiti beberapa kota di Indonesia untuk Ahok patut untuk dibaca sebagai sebuah kebaruan dalam dinamika demokrasi di tanah air. Barangkali ini kelak akan memicu gelombang gerakan yang akan memikat para silent majority yang sebenar-benarnya untuk turut terlibat dalam gerakan kepedulian segenap anak bangsa demi keutuhan pertiwi.

Bila keadaan bangsa saat ini mulai terkoyak-koyak akibat dinamika politik dan ketidakjujuran oknum-oknum di lembaga-lembaga negara yang telah merasuki berbagai sendi kehidupan, lalu gerakan membakar lilin ini sampai mewabah makin luas ke segenap kota-kota penting di tanah air, barangkali itulah saatnya melihat sinyal positif bahwa para politisi busuk sudah tak ada tempat di negeri ini. Politisi-politisi kotor inilah yang membuat harmoni Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir di negeri ini tercabik-cabik jadi makanan politik yang meracuni tiap anak bangsa. Maka, rasanya sudah tepat bila momentum gerakan membakar lilin ini kita abadikan sebagai langkah lanjut menuju demokrasi yang sebenar-benarnya agar tiap ancaman disintegrasi bangsa baik yang diskenariokan para sengkuni politik dalam negeri maupun musuh-musuh dari luar bisa rontok di tengah jalan. Ya, gerakan membakar lilin iniperlu diterima sebagai upaya untuk mengingatkan masyarakat, bangsa dan pemangku kekuasaan, bahwa keutuhan kita perlu dijaga secara bersama-sama demi kedamaian di tengah keberagaman ada. Semoga.

Penulis

Maksimus Ramses Lalongkoe
Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia

Editor: Steven Shevo


Berita Terkait

Opini

NKRI Mati Harga

Minggu, 04 Juni 2017

Komentar