Ditolak di Bali, Wacana Pariwisata Halal Digeser ke Labuan Bajo

Minggu, 05 Mei 2019 | 17:04 WIB
Share Tweet Share

Pulau Padar di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. [foto: net]

[LABUAN BAJO, INDONESIAKORAN.COM] Labuan Bajo menjadi gaduh beberapa hari terakhir. Pemicunya adalah munculnya wacana menerapkan konsep pariwisata halal di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Wacana ini mengemuka dalam acara Sosialisasi Pengembangan Pariwisata Halal Labuan Bajo, di Sylvi Resort, Labuan Bajo, Selasa (30/4/2019) lalu. Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI.

"Dari pengenalan konsep wisata halal khususnya di Kabupaten Manggarai Barat, diharapkan dapat membantu peningkatan kunjungan wisatawan dan memperluas pangsa pasar Labuan Bajo khususnya bagi wisatawan Muslim," kata Dirut Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, Shana Fatina, ketika itu, seperti dilansir genpi.co.

Wacana ini pun sontak menuai reaksi keras dari masyarakat Manggarai Barat. Tak hanya di Labuan Bajo, masyarakat Manggarai Barat khususnya dan Nusa Tenggara Timur umumnya, yang berada di berbagai kota di Indonesia, menentang keras wacana ini.

Mereka berpandangan, wacana ini tidak tepat. Apalagi ada sinyalemen kuat, wacana tersebut sengaja dipaksakan untuk diterapkan di semua daerah pariwisata di Indonesia.

Sebelumnya, wacana tersebut digulirkan di Bali. Salah satu calon wakil presiden di masa kampanye, meletupkan wacana tersebut. Wacana ini pun langsung ditolak oleh publik Bali, dan sulit untuk diterapkan di Pulau Dewata itu.

Lantas setelah menuai penolakan di Bali wacana ini digeser ke Labuan Bajo, mengingat geliat pariwisata di Bumi Komodo itu menjanjikan. Sayangnya, masyarakat di ujung barat Pulau Flores itu juga melakukan perlawanan dan menolak keras wacana ini.

"Labuan Bajo harus tumbuh pelan - pelan dengan identitasnya sendiri. Gak perlu disuntik identitas instan dari mana pun. Biar pelan - pelan dia tentukan sendiri ke mana arah yang mau dipilih. Wisata halal, kalau mau konsentrasi saja di Lombok, Aceh, di mana yang kira - kira lebih pas. Labuan Bajo punya alam punya budaya sendiri," kata pelaku pariwisata Labuan Bajo, Matheus SN Siagian, di Labuan Bajo, beberapa waktu lalu.

Ia berpandangan, pengembangan destinasi wisata sepantasnya pro rakyat, pro penduduk, tak semata-mata pro pasar.

"Dalam konteks Labuan Bajo, pengembangan wisata harus berorientasi pada pelestarian. Wisata halal, yang jelas adalah konsep pariwisata berorientasi opportunity pasar, baiknya dilakukan di tempat yang memang membutuhkan pasar tersebut, seperti Belitung atau Makassar," ujar pemilik Hotel dan Restoran Tree Top Labuan Bajo ini.

Labuan Bajo, imbuhnya, memiliki beban dan tanggung jawab menjaga biota darat dan laut langka yang tersisa di dunia. Sementara di sisi lain, wisata halal membutuhkan infrastruktur dan fasilitas pariwisata yang mumpuni, yang mampu melayani dengan sempurna pasarnya.

"Karena itu, ada baiknya pemerintah bijak menyikapi hal ini dengan mengembangkan area-area yang memang sudah cocok dan sudah memiliki fasilitas pariwisata halal tersebut," tegas Matheus.

Ia kemudian mengutip Saskia Tjokro, perencana pariwisata yang menyetujui hal ini, soal bahwa wisatawan perlu dilayani dengan baik sebagaimana aspek-aspek di destinasi perlu dijaga (alam lokalnya, tradisi lokalnya).

"Jika dilihat lebih rinci, mengutip beliau dan saya setuju, mungkin wisata halal bisa dilakukan dengan membuat pemetaan destinasi-destinasi yang sudah punya infrastruktur halal ini. Seperti misalnya area-area yang sudah jelas gampang masjidnya seperti Sumatera, atau banyak ulamanya seperti Jawa Timur. Dari situ dapat dipilih dan dipaket rute perjalanan yang cocok, agar kebutuhan wisatawan dapat terpenuhi sesempurna mungkin," tutur Matheus.

Hal ini, lanjut dia, secara fundamental berbeda dengan destinasi yang fokusnya pelestarian atau ekowisata, seperti Labuan Bajo.

"Tak cuma ke Labuan Bajo, kok. Seperti misalnya orang yang ingin berwisata ke Gunung Rinjani di Lombok, dia harus siap tidak membuang semua sampah plastiknya sampai jalur pendakian berakhir. Seperti juga di Labuan Bajo, Taman Nasional Komodo, wisatawan harus menyesuaikan dengan pakem-pakem pelestarian, bukan sebaliknya di mana destinasi yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan wisatawan," ujar Matheus.

Sementara itu, penolakan atas wacana pariwisata halal di Labuan Bajo juga terjadi di berbagai kota. Di Jakarta misalnya, telah dibentuk wadah untuk memayungi perjuangan terkait kehadiran BOP Labuan Bajo dengan nama Komite Nasional Pengawas (KOMNAS) BOP Labuan Bajo.

KOMNAS BOP Labuan Bajo dipimpin Frans Dancung, dengan Dewan Pembina Dr Frans Datang, Petrus Selestinus, SH, Dr Yustinus Ruman dan Alexander Aur, MHum.

Ada dua agenda KOMNAS BOP Labuan Bajo. Pertama, penolakan wacana wisata halal dengan dasar argumentasi yang kuat dari berbagai kajian dan perspektif. Kedua, reposisi kepengurusan BOP Labuan Bajo dengan didasari argumentasi dan kajian rasional.

"Kedua agenda perjuangan ini sedang disusun oleh tim penyusun untuk disampaikan kepada pihak-pihak terkait sesuai dengan relasi kerja BOP," papar jurubicara KOMNAS BOP Labuan Bajo, Maksimus Ramses Lalongkoe, di Jakarta, Sabtu (4/5/2019).

Penolakan atas wacana pariwisata halal, juga datang dari mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pariwisata Manggarai Bali (HMPMB).

Ketua HMPMB Yones Capur, menuturkan, pihaknya menolak keras wacana wisata halal di Labuan Bajo. Wacana ini, menurut dia, tidak tepat karena tidak sesuai dengan budaya setempat.

Ia tak menampik, wisata halal menjadi trend di dunia saat ini. Apalagi di Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

“Penerapan konsep wisata halal harus tepat sasaran. Apabila salah, akan timbul masalah baru. Konsep wisata halal perlu dipertimbangkan dengan budaya setempat. Labuan Bajo kental dengan budaya lokal, yang menjadi ciri khas tersendri. Sehingga tidak pas jika wacana ini diterapkan di sana,” kata Yones, di Denpasar, Minggu (5/5/2019).

Yones menambahkan, Labuan Bajo tentu membuka diri untuk wisatawan Muslim. Tetapi, tidak mesti Labuan Bajo diberi label “Halal Tourism”.

“Labun Bajo tidak menutup diri. Semua wisatawan bisa berkunjung ke Labuan Bajo. Akan tetapi, tidak harus dengan pelabelan “Halal Tourism”. Jikalau wisatawan Muslim mau berkunjung, Labuan Bajo sangat terbuka. Banyak juga makanan yang dapat dinikmati oleh wisatawan Muslim kalau berkunjung ke Labuan Bajo. Wisata kuliner Kampung Ujung serta Warung Padang juga banyak di Labuan Bajo,” tutur Yones.

Reporter: Itho Umar
Editor: San Edison


Berita Terkait

Komentar