Gelar Anak Sulung Lamba Leda, Andreas Agas Diuntungkan
Yon Lesek/Penulis
Oleh Yon Lesek
[INDONESIAKORAN.COM] Suara yang dulu samar-samar terdengar untuk mengganti nama Kecamatan Poco Ranaka (Pora) dan Kecamatan Poco Ranaka Timur (Poranti) menjadi Lamba Leda kini terdengar nyata dengan adanya ritual adat penggantian nama yang dihadiri oleh Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas (AA), (30/08/2019). Namun, pasca ritual penggantian nama ini malah yang paling dominan disoraki banyak kalangan dari berbagai aspek bukannya soal penggantian nama, tetapi pada salah satu ritual adat yang 'mungkin' sengaja disisipkan, yakni pengangkatan Andreas Agas sebagai Anak Sulung keturunan Dalu Lamba Leda.
Ada Apa dengan Pengangkatan ini?
Merujuk pada berita yang diturunkan floreseditorial.com, kegiatan itu diawali prosesi penjemputan Bupati Matim dan rombongan, serta utusan Kecamatan Poco Ranaka dan Poco Ranaka Timur di Kantor Kecamatan Lamba Leda.
Sebelum ritual Teing Hang dilksanakan, melalui juru bicara keturunan dalu Lamba Leda, Marianus Mas Mose, Bupati Manggarai Timur didaulat menjadi sulung keturunan dalu Lamba Leda lewat ritual Kepok Manuk Kapu (ritual meresmikan Bupati Matim jadi sulung keturunan Dalu Lamba Leda lewat simbol ayam jantan putih), berkat jasanya menjadi inisiator upaya perubahan nama Kecamatan Poco Ranaka dan Kecamatan Poco Ranaka Timur kembalikan menjadi kecamatan Lamba Leda, yang mana Kecamatan Poco Ranaka rencananya menjadi Kecamatan Lamba Leda Selatan dan Kecamatan Poco Ranaka Timur akan menjadi Kecamatan Lamba Leda Timur.
Selanjutnya, dari kantor Kecamatan Lamba Leda, Bupati Matim bersama rombongan dan utusan Kecamatan Poco Ranaka dan Poco Ranaka Timur menuju Mbaru Belek (Rumah Dalu Lamba Leda) untuk mohon doa restu bagi leluhur dan keturunan Dalu Lamba Leda serta berziarah ke kuburan Dalu Lamba Leda.
Sepintas lalu dari berita yang dilansir floreseditorial.com yang saya cuplik di atas diketahui alasan pengangkatan AA sebagai anak sulung Lamba Leda karena beliau menjadi inisiator upaya perubahan nama Kecamatan Poco Ranaka dan Kecamatan Poco Ranaka Timur kembalikan menjadi kecamatan Lamba Leda, yang mana Kecamatan Poco Ranaka rencananya menjadi Kecamatan Lamba Leda Selatan dan Kecamatan Poco Ranaka Timur akan menjadi Kecamatan Lamba Leda Timur. Sesederhana itu kah? Ataukah memang bukan hal sederhana sehingga layak diangkat sebagai anak sulung keturunan Dalu Lamba Leda? Tentu pemangku adat yang menyematnya punya wisdom tersendiri soal ini, yang bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan kepada 'wura agu ceki' (leluhur).
Gelar Adat: Mengikat Secara Internal
Penyematan gelar Anak Sulung Lamba Leda kepada AA (Andreas Agas, Bupati Manggarai Timur saat ini) bisa dilihat dari banyak sisi, kali ini saya menyoroti dari sisi "the power of language" .
Dalam "The power of language", Bahasa yang merupakan format kultural dan intelektual adalah penentu dan pembentuk kebenaran. Ia tidak bermaksud menjelaskan realitas, melainkan hendak membeberkan sistem makna. Dengan demikian, sejarah tidak digerakkan oleh subjek individual, tetapi oleh diskursus/wacana ilmiah yang eksklusif sifatnya dan mengikat secara internal. Diskursus itulah yang membentuk subjek kultural —(bdk. Michel Foucault, filosof. Dikutip dari Dr. Greg Soetomo SJ dalam bukunya "Bahasa dan Kekuasaan dalam Sejarah Islam, Sebuah Riset Historiografi" (Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta, 2017))
Kata tidak menjelaskan realitas, tidak langsung merujuk pada realitas, tetapi mengandung sistem makna. Ia konservatif secara natural dan menciptakan kubu di sisi lain. Maka perlu adanya dialog kultural.
Salah satu contoh, kata anak dalam frase "anak allah". Tidak menjelaskan realitas Allah punya anak secara biologis dlm kultur kristiani. Tetapi menciptakan kubu pada sisi agama lain (Islam, misalnya) yang tidak punya kultur lain yang menggambarkan sistem makna anak selain anak biologis. Di sini terjadi benturan peradaban, kejutan budaya. Maka perlu dialog kultural agar menangkap sistem makna dari bahasa itu yang konservatif secara alamiah. Di Flores akan ditemukan bahasa yang konservatif secara natural, yang bisa menimbulkan kubu di sisi pendatang atau wilayah di kultur lainnya yang punya sistem makna berbeda.
Pemahaman ini membantu kita untuk tidak mengalami kejutan budaya dan benturan peradaban dengan penyematan gelar kepada AA sebagai anak sulung Lamba Leda.
Siapa Diuntungkan??
Pengangkatan AA sebagai anak sulung Lamba Leda tidak mengurangi status dan posisi AA lainnya, tetapi justru mengikatkan adak Lamba Leda dengan AA sebagai anak sulung. AA bisa saja menjadi anak Sulung di mana-mana, tetapi adak Lamba Leda tidak mengikuti AA ketika AA ada di mana-mana. Sementara 'adak' Lamba Leda harus dengar dan taat apa 'tombo de ata ngaso kali ga' (harus dengar apa kata anak sulung).
AA di sini lebih diuntungkan secara politik kulturalnya. Tinggal bagaimana AA sendiri memaknai dan menyiasati posisi kulturalnya demi "kebaikan bersama", bukan keuntungan diri dengan semua privelese yang diberikan kepadanya. Kritik kita pada AA selaku Bupati semua warga di wilayah kultural Manggarai Timur akan ada pada titik krusial ini.