Jokowi, Presiden Pro Rakyat
Presiden RI, Joko Widodo [foto: istimewa)
Oleh: Bernadus Barat Daya*
Joko Widodo (Jokowi), Presiden RI ke-7 yang dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia, tepat disebut sebagai presiden pro-rakyat. Karena semua program kerja pemerintahannya sungguh berpihak kepada kepentingan rakyat.
Artikel ini tidak ditujukan untuk memuji atau melebih-lebihkan kesuksesan Jokowi, tetapi ingin mencatat dan memberi apresiasi apa adanya tentang beberapa gagasan, program, dan hasil kerja nyata pemerintahan Jokowi yang telah, sedang dan akan dilakukannya bersama jajaran pemerintahan dalam masa kerja periode berjalan.
Tantangan Awal Jokowi
Kalau kemudian Jokowi sukses melaksanakan program pembangunan yang berpihak pada kepentingan rakyat, itu bukanlah tanpa tantangan. Pada masa awal pemerintahannya, ia banyak mengalami tantangan berat.
Setidaknya, ada beberapa faktor yang menyebabkan ia menghadapi banyak kendala.
Pertama, Jokowi seorang sipil yang jujur, lurus dan sederhana. Ia tipe pemimpin yang tak suka mengumbar. Bicara sedikit, kerja banyak!
Kedua, partai pengusungnya (PDIP) hanya mendapatkan 105 dari 560 kursi di DPR. Jumlah kursi yang tidak siginifakan itu, mengharuskannya untuk membangun koalisi dengan partai-partai lain. Dalam proses ini, tentu ada konsesi yang mau tak mau harus diambilnya.
Ketiga, Jokowi bukanlah Ketua Parpol yang memimpin partai seperti presiden sebelumnya. Hal ini tentu berkonsekuensi pada terbatasnya ruang gerak Jokowi dalam mengambil sikap politik. Dalam masa sulit itu, Jokowi dikesankan seolah bekerja sendiri. Tentang ini pernah diangkat dalam laporan media The Economist. ¹
Dalam perjalanannya, beberapa parpol kemudian bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Padahal parpol tersebut sebelumnya menjadi rival Jokowi dalam Pilpres 2014. Pilihan untuk berkoalisi dengan parpol itu, juga bukan tanpa konsekuensi dan risiko.
‘Pertarungan’ internal di lingkaran kekuasaan itu menguras waktu dan energinya. Akibatnya, program Nawa Cita mengalami sandungan di sana sini. Sementara upaya menggerakan perekonomian nasional, membutuhkan strategi kebijakan yang tepat dan perlu kerjasama yang kompak agar program-program Nawa Cita dapat dijalankan secara efektif.
Pelan tapi pasti, Jokowi ternyata mampu mengelola pemerintahannya dengan baik. Saat yang sama, ia juga menunjukkan prestasi dan kinerja yang cukup memuaskan masyarakat. Kepuasan masyarakat itu setidaknya dapat terlihat dari hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga seperti; CSIS, SMRC, Indikator Politik dan lainnya.²
Semua lembaga survei itu menunjukkan data tingkat kepuasaan masyarakat yang meningkat di angka kisaran 66, 5% sampai 68%.³ Kepercayaan publik pada kinerja Jokowi itu, sangat penting baginya untuk terus melangkah dan mewujudkan program Nawa Cita. Dan Jokowi pun mampu melewati tantangan awal itu dengan sangat gemilang.
Kesuksesan Nawa Cita-Jokowi
Jika dicermati, visi Nawa Cita yang berisi 9 prioritas yang digelindingkan Jokowi, telah memperlihatkan banyak kesuksesan. Kita harus jujur mengakui bahwa Jokowi telah banyak meluncurkan program pembangunan yang bernas dan spektakuler dalam masa kerja yang masih terbilang pendek ini. Program peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi fokus utama Jokowi, yang meliputi banyak aspek seperti; Kesehatan, Pangan, Reformasi Birokrasi dan Perundangan, Investasi, Maritim, Infrastruktur, Pendidikan, Desa, Hutan dan Lingkungan, Industri dan Energi serta Keberagaman dan Toleransi.
Salah satu gebrakan awal Jokowi ialah memangkas subsidi BBM yang memiliki anggaran cukup besar, tetapi sangat tidak efisien dan tidak produktif. Pemerintahan Jokowi kemudian mengalihkan program subsidi biaya tinggi itu ke dalam bentuk lain yaitu: pembangunan infrastruktur dan program-program kesejahteraan sosial lainnya. Dengan begitu pemerintah memiliki ruang fiskal dalam APBN 2015 guna mendorong pembangunan yang lebih produktif sebagai langkah dasar menuju pelaksanaan Nawa Cita.
Jokowi kemudian meluncurkan tiga program prioritas seperti; Pembangunan infrastruktur, deregulasi dan debirokratisasi perizinan usaha, serta pembangunan sumberdaya manusia. Selain itu, Jokowi juga fokus memperkenalkan pendekatan baru yaitu, model penganggaran money follows program untuk menggantikan model penganggaran lama money follows function. Reformasi penganggaran itu dilakukan karena model pendekatan lama, telah mengakibatkan sebagian besar APBN digunakan untuk membiayai birokrasi yang gemuk.
Setelah sukses mengubah paradigma lama itu, Jokowi melakukan percepatan pembangunan di berbagai sektor. Pembangunan infrastruktur dilakukan secara merata di semua daerah. Proyek yang sebelumnya macet dan bermasalah segera dituntaskan. Untuk memperbaiki konektivitas antar pulau dan daerah, dilakukan pembangunan pelabuhan, penambahan trayek pelayaran dengan konsep Tol Laut dan sebagainya. Semua paket kebijakan ekonomi, diarahkan untuk memperbaiki regulasi dan birokrasi yang sebelumnya cenderung berbelit-belit. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat dengan lebih efektif dan efisien.
Jokowi juga memperkenalkan pembangunan berwawasan ‘Indonesia-Sentris’ guna mendorong pembangunan yang lebih merata di luar Pulau Jawa. Jokowi menyakini bahwa selama ini pembangunan lebih ke paradigma ‘Jawa Sentris’ dimana pembangunan cenderung lebih terpusat di Pulau Jawa. Jokowi mengubah paradigma Jawa Sentris itu dengan Indonesia Sentris.
Perubahan ke arah Indonesia Sentris, dilakukan dengan mengkonkritkan visi-misi Nawa Cita, terutama butir ketiga yang intinya berkaitan dengan komitmen membangun Indonesia dari pinggiran. Pendekatan ini sebagai terjemahan atas pandangan bahwa ketidakmerataan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa mengakibatkan kesenjangan.
Kebijakan Jokowi untuk memajukan daerah luar Jawa bukan tanpa alasan. Data menunjukkan bahwa dalam hal data jumlah Sekolah Dasar misalnya, di Jawa mencapai 68.584. sedangkan di Sumatera (35.125), Bali dan Nusa Tenggara (10.365), Sulawesi (15.872), Maluku dan Papua (6.413).⁴ Jumlah fasilitas kesehatan; Puskesmas di Jawa mencapai 3.574. sedangkan di Sumatera (2.498), Bali dan Nusa Tenggara (640), Kalimantan (881), Sulawesi (1.253), Maluku dan Papua (849).5) Jokowi terpanggil untuk membangun Indonesia dari pinggiran, dari pulau-pulau terluar, dari daerah perbatasan dan dari kawasan Indonesia Timur.
Bukti keseriusan Jokowi, terlihat tahun 2016, dimana ia mengucurkan dana Rp 313,5 triliun untuk biaya pembangunan infrastruktur. Sebelumnya, (2015) total investasi di Jawa mencapai Rp 297 triliun. Secara keseluruhan, proporsi investasi di Jawa dan luar Jawa pada tahun 2015 menjadi 54% berbanding 46% atau menjadi lebih seimbang dibandingkan tahun sebelumnya.6)
Pada 2017, Jokowi fokus mempercepat pembangunan infrastruktur. Selain melakukan penyederhanaan perizinan, Jokowi juga melakukan proses lelang dini yaitu, lelang paket pekerjaan untuk tahun 2017 tetapi dilakukan lebih cepat pada akhir tahun 2016.
Hal ini dimaksudkan agar proyek pembangunan infrastruktur tahun 2017 dapat dikerjakan lebih awal pada bulan Januari 2017. Total paket pekerjaan tahun 2017 yang dilelang tahun 2016 mencapai 4.716 paket dengan nilai total Rp. 30,165 triliun.7) Selain lelang dini, Kementerian PUPR juga telah mengalokasikan anggaran pembiayaan lanjutan untuk sejumlah proyek tahun jamak (multi years contract), untuk proyek tahun jamak lanjutan 2017 sebanyak (491 paket) senilai Rp 21,525 triliun.
Dengan program prioritas infrastruktur yang merata, Jokowi ingin mengakhiri stigma Jawa Sentris. Indonesia Sentris dengan demikian merupakan sebuah ‘penegasan ulang’ dari Jokowi bahwa Indonesia ialah wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan pembangunan yang adil dan merata.
Secara makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga cukup membanggakan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik.8) Jika tahun 2015 pertumbuhan ekonomi meningkat 4,9%, maka tahun 2016 naik hingga 5,6%.9) Pertumbuhan tersebut, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Pencapaian ini menempatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya tertinggi di Asia. Bank Indonesia (BI) pun menyakini bahwa tahun 2017, kondisi ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi, karena program pembangunan pada tahun sebelumnya merupakan fondasi yang kuat.10) Dalam laporan Bank Dunia (World Bank),11) fondasi ekonomi Indonesia cukup kokoh dan membaik pada tahun 2017.
Penilaian dilihat dari beberapa aspek, Pertama, pertumbuhan ekonomi yang naik 5.6% tahun 2016 dari 4,9% tahun 2015. Keadaan Rupiah stabil, inflasi rendah, angka pengangguran turun, upah riil naik, kepercayaan konsumen dan swasta naik, kredibilitas fiskal menguat. Kedua, defisit neraca 2017 berada di tingkat terendah yaitu, 0.8% dari PDB pada kuartal keempat tahun 2016.
Kesuksesan Nawa Cita, telah ‘dibumikan’ oleh pemerintahan Jokowi. Apa yang dicita-citakan telah membuahkan hasil nyata. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 sebanyak 28,01 juta jiwa (11,13%), turun secara signifikan pada September 2016 menjadi 27,76 juta jiwa (10,86%), an hingga Desember 2016 turun lagi menjadi 10,70%.).12) Demikian pula angka pengangguran, dimana pada Februari 2015, jumlah penganggur mencapai 7,45 juta orang (5,81%) dan turun menjadi 7,02 juta orang (5,5%) pada Februari 2016.
Di bidang perumahan rakyat, Jokowi juga membantu melalui program ‘Sejuta Rumah Rakyat’. Jumlah rumah yang dibangun tahun 2015, berjumlah 700.000 unit dan tahun 2016 naik menjadi 999.900 unit.13) Untuk tahun 2017, jumlahnya bertambah menjadi 111.796 unit. Jumlah ini terdiri dari, (Rusunawa: 7.860 unit), (Rumah Khusus: 6.048 unit), (Rumah Swadaya: 97.888 unit), (Rumah Baru: 1.007 unit), dan (Peningkatan Kualitas Rumah: 96.881 unit).14) Program ini selain menyediakan rumah subsidi dengan harga cicilan yang terjangkau, juga dibebaskan dari beban PPn.
Untuk mempercepat pembangunan di wilayah pedesaan, Jokowi memacunya melalui Badan Usaha Milik Desa. Jumlah Dana Desa tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun. Besaran ini mengalami kenaikan 3 kali lipat dari tahun anggaran 2015 dan mengalami kenaikan 28% dari tahun 2016 (Rp 49,96 triliun). Dengan Dana Desa sebesar itu, tujuan peningkatan ekonomi desa akan tercapai lebih cepat. Jokowi memang pro-rakyat! #JokowiUntukIndonesia
- Penulis, Kandidat Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Borobudur-Jakarta (Koordinator ‘DUTA JOKOWI’ wilayah NTT)
Referensi:
- Lihat, The Economist “Jokowi’s Moment“ edisi 27 Februari-4 Maret 2016.
- http://www.nusakini.com/news/survei-csis-tingkat-kepuasan-publik-pada-kinerja-pemerintahan-jokowi-jk-naik-jadi-665-persen.
- http://nasional.kompas.com/read/2016/07/24kepuasan.masyarakat.terhadap.jokowi.terus.meningkat;
- Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013 dan 2014.
- Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013/2014.
- Ibid, 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, halaman 263-264.
- detikFinance, 2 Januari 2017.
- http://www.jawapos.com/read/2016/08/16/45181/jaga-momentum.
- BI http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/16/01/08/o0mt5h1-lembaga-internasional-pun-optimistis
- http://finance.detik.com/read/2016/08/26/susi-ekspor-hasil-laut-ri-naik-734-tembus-rp-27-t.
- Data World Bank dalam, detikFinance/Maret, 2017 dan bdk juga dengan data laporan dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).
- Data BPS pada Maret 2016, Bdk data BPS dalam SindoNews.com 3 Januari 2017.
- Ibid, 2 Tahun Pemerintahan JOKOWI-JK (2016).
- Data dari Kementerian PUPR, Kementerian Sosial dan Kementerian Desa dan Kementerian PDTT.