Petrus: Polri Tak Boleh Bunuh Profesi Debt Collector

Rabu, 23 Agustus 2017 | 14:11 WIB
Share Tweet Share

[Ilustrasi]

[JAKARTA] Praktisi Hukum, Petrus Selestinus mendesak Kapolri Tito Karnavian supaya tidak membunuh profesi debt collector. Hal tersebut dikatakan Petrus untuk menetralisir pernyataan Kapolres Sumenep Madura yang mengancam menembak di tempat para debt collector.

"Polri tidak boleh membunuh profesi "debt collector" dengan menyampaikan ancaman tembak di tempat dan menggeneralisir profesi debt collector sama dengan begal, karena dampaknya akan menimbulkan sikap permusuhan secara masif bahkan bisa timbul tindakan main hakim sendiri dari masyarakat terhadap profesi debt collector," ujar Petrus di Jakarta, Rabu (23/8).

Menurut Petrus, pernyataan Kapolres menyamakan profesi "debt collector" identik dengan "kelompok begal" sebagai pernyataan yang sangat berlebihan, tidak bertanggung jawab dan tidak berperikemanusiaan.

Hal itu kata Petrus bagian dari pembunuhan karakter profesi debt collector, karena diucapkan oleh beberapa Kapolres akibat sikap tidak terpuji beberapa oknum debt collector dalam menjalankan profesinya.

"Sebagai sebuah profesi dalam bidang jasa, Polri wajib memberikan pembinaan terhadap profesi "debt collector" karena jumlah debt collector di Indonesia ini cukup besar, ratusan ribu orang dan jasanya sangat besar dalam membantu pebisnis dan masyarakat umum dalam menyelesaikan persoalan hukum yang rumit yang dihadapi oleh masyarakat," jelasnya.

Diketahui kata Petrus, profesi "debt collector" merupakan sebuah profesi yang lahir karena adanya hubungan hukum hutang piutang antara debitur dan kreditur dalam lalu lintas hukum perjanjian.

Petrus menambahkan, jika suatu saat ada pihak yang didatangi "debt collector" menagih hutang, kemudian pura-pura panik, lantas lapor polisi, itu namanya tidak fair karena kehadiran debt collector dalam urusan hutang piutang sudah ditentukan dan menjadi bagian di dalam perjanjian hutang.

"Debitur seharusnya tahu bahwa ketika dirinya didatangi debt collector maka berarti terdapat persoalan hukum yang sudah sangat serius antara si debitur dengan kreditur yang sudah sulit dikomunikasikan lagi dengan cara biasa," imbuhnya.

Menurut Petrus, munculnya peran debt collector dalam dunia bisnis merupakan sebuah realitas sosial yang kehadirannya dalam hubungan dengan hukum didasarkan pada perjanjian hutang atau karena perbuatan hukum lain yang kemudian melahirkan hubungan hutang piutang.

"Kehadiran debt collector dalam masyarakat karena tingkat kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap perjanjian dan/atau hukum sangat rendah," jelasnya.

Petrus menuturkan, ada beberapa alasan mengapa profesi debt collector laris manis dalam dunia bisnis, alasannya adalah:

Pertama, rendahnya tanggung jawab para pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban yang diperjanjikan, sehingga tingkat wanprestasi menjadi makin tinggi.

Kedua, Merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, selain karena biayanya mahal juga waktunya bertele-tele tanpa ada jaminan untuk mendapatkan keadilan.

Ketiga, Keinginan pebisnis agar perputaran uangnya berjalan cepat.

Keempat, Biaya Jasa debt collector lebih murah, cepat selesai dan tidak ada resiko ongkos bisnis yang merugikan.

"Tugas Polri membina debt collector, bukan menyerahkan kepada masyarakat untuk menghakimi debt collector di lapangan ketika menjalankan tugas," pungkas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

Editor: Odorikus


Berita Terkait

Komentar