KPK Didesak Tahan Setya Novanto

Selasa, 12 September 2017 | 05:47 WIB
Share Tweet Share

Petrus Selestinus. [foto: net]

[JAKARTA] Partai politik, dimungkinkan pembekuannya sebagaimana amanat UU Partai Politik.

Selain itu, partai politik juga dapat dipidana sebagai kejahatan korporasi, apabila terbukti membiayai partainya dengan uang hasil korupsi, sebagaimana perintah UU Tindak Pidana Korupsi.

Demikian diungkapkan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, melalui keterangan tertulisnya yang diterima indonesiakoran.com, di Jakarta, Senin (11/9/2017).

Menurut dia, ketakutan akan dibekukan hingga dipidana ini, membuat partai politik melalui para wakilnya di DPR RI saat ini memilih melakukan intimidasi serta perang terbuka dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Buktinya, sejumlah anggota DPR RI melalui Pansus Hak Angket KPK, sebagaimana pernyataan Henrry Yosodiningrat, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, bersikap ngotot agar KPK dibekukan kegiatannya.

Kengototan ini, demikian Petrus Selestinus, tidak dapat dilepaskan dari temuan KPK dalam kasus korupsi e-KTP, di mana Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP mendapat jatah uang hasil korupsi e-KTP yang saat ini sedang dalam penyidikan dan penuntutan KPK.

"Karena itu, hanya dengan menahan Setya Novanto sebagai tersangka, maka manuver-manuver politik dari Senayan yang mengintimidasi KPK, akan berhenti dengan sendirinya," ujar Petrus Selestinus.

Ia menambahkan, pertarungan DPR RI dengan KPK secara head to head dalam posisi berhadap-hadapan saat ini, akan menentukan apakah KPK yang dibekukan kegiatannya atau justru Partai Demokrat, Golkar dan PDIP yang harus dibekukan.

"Demikian pula halnya, apakah pimpinan partainya dimintai pertanggungjawaban pidana karena parpolnya disebut-sebut dalam Surat Dakwaan Jaksa sebagai pihak yang mendapat jatah proyek e-KTP, melalui peran Setya Novanto dan Nazaruddin, hanya boleh dipastikan melalui proses penyelidikan dan penyidikan secara terpisah dalam perkara tersendiri," tegasnya.

Karena itu, menurut Petrus Selestinus, KPK tidak boleh berhenti hanya pada mempidana Irman, Sugiharso, Andi Narogong, Setya Novanto, dalam kasus korupsi e-KTP ini.

"Akan tetapi juga harus memulai menyelidiki kebenaran aliran dana hasil korupsi e-KTP ke Partai Golkar, Demokrat dan PDIP," tandasnya.

Ia mengingatkan, UU Partai Politik sendiri memberi sanksi administratif dan sanksi pidana bagi partai politik yang menerima dan membiayai aktivitas partainya dari uang hasil korupsi proyek e-KTP.

Bagi Petrus Selestinus, fenomena menarik yang perlu diwaspadai saat ini adalah dalam waktu yang hampir bersamaan, KPK dan Pimpinan KPK mendapatkan serangan beruntun.

Di antaranya, ada praperadilan Setya Novanto, ancaman pembekuan kegiatan KPK dari anggota Fraksi PDIP DPR RI Henrry Yosodiningrat, ada usul pembubaran KPK dari Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Bukan itu saja. Sebab ada juga Laporan Polisi dari Brigjen Pol. Aris Budiman dkk terhadap Novel Baswedan, penyidik senior KPK. Terakhir, ada laporan dari Presidium Nasional Jaringan Islam Nusantara terhadap Agus Rahardjo, Ketua KPK, ke Kejaksaan Agung RI karena diduga ikut terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP.

Semua ini, dinilai Petrus Selestinus, merupakan sebuah rangkaian intimidasi terhadap KPK dan terhadap masyarakat luas.

Masyarakat turut diintimidasi, mengingat masyarakat masih mendambakan sebuah pemerintahan yang dikelola oleh penyelenggara negara yang "bersih dan bebas" dari KKN.

Sejauh ini, hanya KPK yang dipercaya masyarakat sebagai lembaga penegak hukum yang kredible dan mampu melahirkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.

"Karena itu Praperadilan Setya Novanto, benar-benar mengintimidasi publik. Karena melalui praperadilan pula, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa memperluas wewenang praperadilan berupa membatalkan status tersangka dan menghentikan penyidikan yang sedang ditangani oleh KPK," ujarnya.

Bagi Petrus Selestinus, perlawanan terhadap KPK akhir-akhir ini muncul secara simultan, tidak saja oleh orang perorang yang kebetulan tersangkut perkara korupsi, akan tetapi terjadi dan dilakukan oleh partai politik dan oleh lembaga negara dalam hal ini DPR RI, berikut sejumlah oknum penyelengara negara.

"Terakhir Masinton Purba, anggota DPR RI Fraksi PDIP membawa koper ke KPK meminta dirinya ditahan, lalu anggota Pansus Hak Angket KPK Henrry Yosodiningrat meminta agar KPK segera dibekukan kegiatannya, kemudian pernyataan dari Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah agar KPK segera dibubarkan, jangan dianggap remeh. Karena tidak tertutup kemungkinan, KPK dibubarkan hanya dengan revisi UU KPK, UU Polri atau UU Kejaksaan," kata Petrus Selestinus.

Editor: San Edison


Berita Terkait

Hukum

Hari Ini, KPK Periksa Sandiaga Uno

Selasa, 23 Mei 2017
Hukum

Sandiaga Uno Penuhi Panggilan KPK

Selasa, 23 Mei 2017

Komentar