Setelah Diakusisi, Mulyanto: Pemdapatan PT Freeport Jeblok

Minggu, 05 Juli 2020 | 01:20 WIB
Share Tweet Share

Tambang PT Freeport Indonesia

[JAKARTA, INDONESIAKORAN.COM]-- Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Teknoligi dan Lingkungan Hidup (LH) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto prihatin mengetahui pendapatan negara dari PT Freeport Indonesia (PTFI) anjlok dari USD 2,195 juta menjadi USD 950 juta.

Padahal, kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Pembangunan dan Industri tersebut kepada Indonesiakoran.com. Sabtu (4/7) malam, saat ini Indonesia adalah pemegang saham mayoritas di PTFI. Sebab itu, Mulyanto meminta Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengganti pejabat yang tidak mampu membawa nilai lebih atas kepemilkan saham 51 persen di PTFI.

Seharusnya, kata legislator dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, dengan akuisisi 51 persen saham, pendapatan negara meningkat, dari royalty tembaga, emas dan perak yang semula masing-masing 1,5 persen, 1 persen dan 1 persen menjadi 4 persen, 3.75 dan 3.25 persen. Belum lagi pendapatan tidak langsung berupa pembagian dividen.

Pendapatan negara dari PTFI 2018 mencapai USD 2,195 juta (termasuk deviden 180 juta USD). Tapi 2019, pendapatan negara anjlok menjadi 950 juta dolar AS (deviden tidak dibagikan). "Ini mengkhawatirjan. Sebagai wakil rakyat kita kecewa atas kinerja ini. Karena keputusan Pemerintah divestasi 51% saham PTFI tahun 2018 lalu jadi dipertanyakan hasilnya”, tegas Mulyanto.

Karena itu, Mulyanto mengingatkan saham Indonesia di PTFI 51dibeli dengan cara utang menerbitkan obligasi global bond 4 miliar dolar AS dengan tenor 30 tahun. "Dan, sekarang untuk membayar cicilan utang yang jatuh tempo Mei 2020, kita utang lagi 2.5 miliar dolar AS dengan cara yang sama. Ini kan artinya gali lobang tutup lobang. Dari utang ke utang."

Sementara proyeksi penerimaan negara 2020 (sesuai RKAB) hanya 650 juta dolar AS (kurang dari sepertiga penerimaan negara sebelum aquisisi). Realisasi selama Januari-Mei 2020 penerimaan negara hanya 117 juta dolar AS. Juga tidak ada penerimaan dividen di 2020. Dua tahun berturut-turut (2019 dan 2020-red)), setelah aquisisi 51 persen saham PTFI (di akhir 2018), penerimaan negara terus merosot tajam menjadi hampir dari seperempatnya. Sementara untuk membeli PTFI kita utang. Untuk bayar cicilan utang pun kita utang lagi.

Sebagai wakil rakyat, kami prihatin dengan kondisi ini. Untuk itu kami minta Dirut Inalum, selaku pejabat yang bertanggungjawab atas masalah ini dapat menjelaskan kondisi perusahaan secara objektif, dengan menampilkan data-data akurat yang diperlukan. "Ini yang bikin Anggota Komisi VII marah, apalagi jawaban-jawaban dari Dirut Inalum itu terkesan “ngeyel” tanpa data. Harusnya, sesuai tata tertib, mitra mendengarkan dahulu dengan seksama apa yang disampiakan anggota. Setelah itu dijawab secara tuntas. Bila belum bisa menjawab tuntas dapat disusulkan dengan jawaban tertulis. Bukan dengan cara “eyel-eyelan”.

"Sebaiknya Dirut BUMN yang tidak komunikatif seperti ini diganti saja oleh Pemerintah sehingga kinerja BUMN yang sebenarnya dapat dikomunikasikan dengan baik kepada para wakil rakyat, agar muncul apresiasi. Bukan cara “eyel-eyelan” tanpa data seperti ini," demikian Dr H Mulyanto M.Eng. [A/3]

Editor: Akhir Tanjung

Tag:

Berita Terkait

Komentar