Tolak Rokok vs Tolak Tambang

Minggu, 05 Juli 2020 | 14:01 WIB
Share Tweet Share

Rokok vs Semen

"Dukung atau Tolak Tambang Bukan Ukuran Integritas", demikian judul tulisan Primus Dorimulu yang dimuat dalam https://sorotntt.com/dukung-atau-tolak-tambang-bukan-ukuran-integritas/

Direktur Pemberitaan Beritasatu.com ini dikenal banyak orang sebagai salah satu tokoh Flores yang dalam polemik Tambang Gamping dan Pabrik Semen di Lengko Lolok dan Luwuk, Flores, NTT sangat getol berargumentasi di medsos dan media online dengan narasi dukung tambang dan pabrik semen di Flores tersebut. Hal mana pada tahun 2015, Primus Dorimulu (PD) adalah orang yang sama yang dengan tegas menolak tambang di Flores karena Flores itu pulau yang kecil dan tidak layak untuk aktivitas tambang.

PD juga dalam tulisan di atas mengakui pada 2013 masih bersikap menolak tambang di Flores karena Flores itu agraris, dengan pertanian sebagai leading sector  ketimbang pertambangan.

"Saya pernah berbicara di sebuah seminar tahun 2013 tentang leading sector di NTT. Lihat link berita berjudul “NTT Lebih Cocok Untuk Pertanian Ketimbang Pertambangan” – https://www.beritasatu.com/nasional/92620-ntt-lebih-cocok-untuk-pertanian-ketimbang-pertambangan. Kemudian, dalam perjalanan hidup, sesuai pengalaman dan pengetahuan, saya tak lagi pasang harga mati menolak tambang. Apakah salah perubahan ini?" tulis Primus Dorimulu.

Di Mana Letak Integritasnya

Dulu dukung, sekarang tolak, tentang hal yang sama, yakni tambang di Flores. Perubahan sikapnya ini membuat PD merasa disudutkan banyak orang dengan menganggap dirinya tidak punya integritas. Inilah latar belakang psikologi di balik munculnya tulisan PD di sorotntt.com. dengan judul "Dukung atau Tolak Tambang Bukan Ukuran Integritas".

Tetapi lucunya, kita tidak akan menemukan penjelasan yang adekuat dengan judul tulisannya. Keseluruhan tulisan PD ini justru penuh dengan argumentasi pembelaan diri yang terkesan dipaksakan. Semuanya tetap bermuara pada 'pesan sponsor' dukung tambang gamping dan pabrik semen di Flores. Soal ukuran integritas hanya disoroti dari sisi perubahan sikap. Bukan pada sikapnya yang memang tampak plin-plan tentang hal yang sama dengan lokus yang sama.

Justru di sinilah nilai Integritas yang telah digadaikan PD. Bukan pada soal dinamika berpikir yang lepas dari  nilai yang diperjuangkan oleh orang yang dulunya getol tolak tambang di Flores. Perubahan itu wajar, tetapi apa yang berubah di situlah letak nilai yang dipertaruhkan.

Kerentanan Psikologis

Sedang mencoba menyusuri alur pikir PD dalam tulisannya di atas, terlintas pikiran miris, bahwasanya tidak adakah orang lain yang bantu PD untuk membela dirinya selain dirinya sendiri? Makin seseorang berusaha membela dirinya, semakin orang tersebut menelanjangi dirinya sendiri. Upaya seperti ini memperlihatkan kerentanan psikologis. Rumusan postulat baku dalam psikoanalisis, bunyinya: "Siapa yang berapi-api berusaha membela dirinya sendiri sesungguhnya dia sedang memproyeksi sisi gelap dirinya."

Membaca pembelaan dirinya sendiri ini, PD memperlihatkan ruang kosong dan sempit dalam logikanya, yang mana ruang kosong itu hendak ditutupi pembenaran demi pembenaran terdorong oleh keadaan psikologis yang terganggu. Banyak yang bisa saya telisik dari logika bela dirinya ini. Saya cukup ambil satu hal saja, yakni tolak tambang dan tolak rokok dengan introduksi soal integritas.

Bicara Integritas Bicara Value

Ya, bicara integritas berarti bicara value, nilai. Tolak rokok, tolak mengkonsumsi rokok, dan sebagai implikasi (bukan konsekwensi) sikap yang berintegritas maka tolak juga iklan rokok walau menjanjikan secara finansial. Ya, itu karena rokok di dalam dirinya sendiri dinilai, mengutip PD,  "...is one step to drug”. Nilai yang diperjuangkan melekat pada rokok itu sendiri, bahwa rokok dalam dirijya sendiri buruk, narkotika. Nilai ini yang diperjuangkan dalam sikap tolak produksi sampai konsumsi bahkan iklan rokok.

PD menulis, "Sebagai konsekuensi dari pilihan menolak rokok, kami pun menolak semua iklan rokok dan sponsor dari perusahaan rokok."

PD lalu menjadikan sikap ini sebagai pembenaran atas sikapnya menolak tambang. Tepatnya dijadikan senjata argumentasi untuk menyerang orang-orang dan lembaga yang menolak tambang dan pabrik semen di Lengko Lolok dan Luwuk, Manggarai Timur, Flores, NTT. Bahwasanya, tegas PD, jika benar punya integritas, orang yang tolak tambang juga harus tolak mengkonsumsi hasil-hasil tambang.

PD menandaskan, "Menolak tambang harus juga menolak mengonsumsi produknya sebagai pilihan moral. Tidak etis kita mengonsumsi barangnya secara rutin dan di saat yang sama kita menolak produksinya.
Dengan dasar pemikiran ini, kami tidak bisa menolak tambang karena sehari-hari kami mengonsumsi barang tambang. Ini adalah sebuah pilihan etis. Ini adalah sikap yang berintegritas."

Wah, pertanyaannya, nilai apa yang sama antara rokok dan tambang, dalam kasus kini spesifik semen. Semen tidak buruk dalam dirinya sendiri. Kita tidak tolak semen. Kita tolak produksi semen pada lokasi yang tidak patut dengan banyak pertimbangan, termasuk alasan PD sebelumnya soal pertanian sebagai leading sector dan Flores pulau yang kecil. Lokasi yang tidak patut itulah lokus argumentasi nilai dan integritas yang diperjuangkan dalam tolak tambang semen itu, bukan semen di dalam dirinya sendiri. Di sini PD terlalu memaksakan logikanya seperti memaksa orang untuk menulis lurus di atas garis-garis bengkok.

Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Perubahan sikap dan nilai dalam diri PD soal tambang di Flores justru patut dipertanyakan dari sisi integritasnya. Jika dicari benang merahnya, bukan tidak mungkin terhubung dengan akar yang adaptif  meracuni integritas seseorang, yakni 'tuan, uang, dan puan'.

Penulis

Yon Lesek

Editor: Elnoy


Berita Terkait

Opini

Minimalisasi “Pesona” TdF

Kamis, 15 Juni 2017
Opini

Impian Pabrik Semen di Matim

Minggu, 24 Mei 2020

Komentar