Dies Natalis Pancasila, Momentum Kita Sadar Bernegara

Kamis, 01 Juni 2017 | 10:29 WIB
Share Tweet Share

Aven Jaman. [Dok.Pribadi]

Oleh: Aven Jaman

Hari ini, tepat 72 tahun usia Pancasila. Usianya ini diukur dari peristiwa Ir. Soekarno menggugah peserta sidang BPUPKI tentang dasar dari negara yang hendak didirikan (sumber).

Pada peristiwa itu, Soekarno mengusulkan Pancasila yang rupa-rupanya telah digalinya sejak sekian lama pada saat dibuang di Ende, sekarang masuk Provinsi NTT, oleh pemerintahan kolonial Belanda (baca: kota kelahiran Pancasila).

Dalam usianya yang ke-72 ini, Pancasila telah berkali-kali mengalami ujian. Beberapa peristiwa pemberontakan yang dilatari oleh motiv mengganti dasar negara telah dilewatinya meski sampai tertatih-tatih.

Sebut saja di antaranya pemberontakan DI/TII, NII, PKI, dll. Akan tetapi, sampai hari ini, detik ini, Pancasila nyata tetap sakti kokoh berdiri sebagai fundasi bagi kita bernegara.

Lolos dari berbagai peristiwa genting, ternyata tidak cukup membuat segelintir kaum di republik ini lantas berhenti dalam upayanya mencongkel Pancasila dari fundamen bangunan kebangsaan kita.

Sebut saja di sini adalah eksistensi HTI yang secara nyata terbukti dalam ucapan-ucapan pentolannya di forum-forum publik yang hendak berjuang agar kekhalifahan bisa ditegakkan di republik ini.

Perjuangan HTI ini sebangun dengan upaya pemberontakan dalam beberapa serial DI/TII, mulai dari pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, Tengku Daud Beureueh, Kahar Muzakar, Amir Fatah hingga Andi Azis. Upaya mereka tidak main-main.

Bila dulu DI/TII dengan cara militeristik, HTI tidak lagi dengan cara-cara seperti itu.

HTI, yang terejawantahkan dalam aksi-aksi intoleransi dan antidemokrasi FPI, pembelaan-pembelaan terhdapnya dari ruang birokrasi dan lembaga negara oleh beberapa oknum adalah bukti nyata kalau Pancasila belum sepenuhnya menjadi poin kesadaran bersama sebagai bagian dari bangsa ini dalam kepedulian mereka. Ini memrihatinkan.

Ketidakkompakan kita sebangsa dalam mengaktualisasikan nilai-nilai luhur Pancasila seperti dibuktikan oleh HTI-FPI tersebut adalah sebuah bahaya nyata bagi eksistensi NKRI.

Idealisme dan praksis bernegara yang mereka contohkan bila tetap dibiarkan akan meniscayakan pembenaran upaya untuk mengganti dasar negara kita menuju sesuatu yang lain, sebuah entitas yang asing bagi lidah demokrasi dan toleransi kita setanah air.

Sikap pemerintah yang telah menyatakan HTI dibubarkan pada tanggal 8 Mei 2017 lalu adalah sebuah langkah yang tepat meski oleh sejumlah kalangan dianggap telat.

Dikatakan tepat sebab ini mengisyaratkan bahwa pemerintah serius menyikapi kewibawaan negara yang sah, pemerintahan yang legitim dalam menunjukkan jati diri kebangsaan kita yang telah final mengambil Pancasila sebagai dasarnya.

Tekad dan sikap pemerintah ini harusnya didukung penuh. Setelat-telatnya sikap pemerintah ini, harusnya tetap menjadi gerbong keseriusan dan kekompakan kita menghalau segala bentuk diskriminasi bernegara.

Diskriminasi bernegara di republik yang multisegala ini antara lain penolakan terhadap calon pemimpin yang datang dari minoritas. Pola pikir patron-client, majority vs minority yang seperti itu harusnya hilang dari sejarah peradaban bangsa ini ke depannya.

Caranya ialah menggali kembali nilai-nilai luhur Pancasila serentak menjadikannya sebagai prinsip keharusan survival bagi kita semua.

Mari menjadikan hari ini sebagai hari di mana kita kompak memulai berpikir, bertutur kata, bertindak dan terutama bernegara yang setara dan sederajat di hadapan sederetan konstitusi yang ada.

Niscaya, kaum yang ngakunya paling benar, paling Indonesia, paling super di republik ini akan mikir-mikir ketika hendak beraksi arogan sebagaimana yang sudah-sudah mereka lakukan.

Itu artinya kita telah sampai pada kesadaran bernegara yang sebenar-benarnya, itulah penghayatan Pancasila yang murni dan konsekuen. Berkenankah?

#SayaPancasila

Editor: Aven


Berita Terkait

Komentar