Terpidana Kasus Pasar Alok Ajukan PK

Rabu, 19 Juli 2017 | 09:23 WIB
Share Tweet Share

Fransisco Soarez Pati, SH. [foto: istimewa]

[MAUMERE] Pada tanggal 13 Juli 2017, Zakarias Heriando Siku yang merupakan terpidana kasus korupsi Pasar Alok, Maumere, Kabupaten Sikka, melalui kuasa hukumnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor 431 K/Pid.sus/2016 tanggal 19 Oktober 2016.

Dalam amar putusannya, MA menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 200 juta kepada Heri Siku.

Putusan MA ini menganulir putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 34/TPK/2015/PT.KPG yang memvonis bebas Heri Siku.

Hal ini dibenarkan Fransisco Soarez Pati, SH, kuasa hukum Heri Siku kepada indonesiakoran.com, beberapa waktu lalu.

"Alasan kami mengajukan upaya hukum PK adalah terdapat sejumlah alat bukti baru (novum), seperti hasil audit BPK RI tahun 2006 dan 2007 yang tidak menemukan kerugian negara dalam proses pembangunan lanjutan Pasar Alok," jelas Soarez Pati.

Selain itu, ada juga bukti berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Sikka Tahun Anggaran 2006 dan 2007.

Heri Siku, demikian Soarez Pati, terjerat kasus hukum justru karena hasil audit BPKP Perwakilan NTT yang menyimpulkan adanya kerugian negara dalam kelanjutan pembangunan Pasar Alok.

BPKP dalam melakukan audit kerugian negara pada kasus Pasar Alok justru menggunakan Keputusan Bupati Sikka Nomor 86/HK/2006 Tentang Penetapan Standarisasi Harga Satuan Bahan, Upah, dan Analisa Harga Satuan Pekerjaan untuk Bangunan Non Pemerintah Tahun Anggaran 2006.

Padahal, Pasar Alok adalah bangunan milik pemerintah.

"Seharusnya BPKP menggunakan Keputusan Bupati Sikka Nomor HK.188.45/297/2005 Tentang Penetapan Standarisasi Harga Satuan Bahan/ Barang - barang Kebutuhan Pemerintah Kabupaten Sikka Tahun Anggaran 2006," tandas Soarez Pati.

"Mengacu pada novum ini, kami berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Agung mengandung kekeliruan yang nyata karena berpedoman pada hasil audit yang mengandung "error in juris" (salah menggunakan dasar hukum)," imbuhnya.

Selain novum, pihak Heri Siku juga mengajukan PK karena dalam kasus tersebut tidak terpenuhi batas minimal pembuktian, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

"Mahkamah Agung RI menghukum klien kami dengan pidana penjara 6 tahun hanya mengambil lurus isi surat dakwaan Jaksa. Padahal, Jaksa sendiri tidak mampu membuktikan adanya kerugian negara," pungkas Soarez Pati.

Reporter: Dion
Editor: San Edison


Berita Terkait

Komentar