MK Gelar Sidang Pendahuluan Pengujian UU Pemilu

Selasa, 05 September 2017 | 23:43 WIB
Share Tweet Share

PSI bersama Tim Advokat Jangkar Solidaritas usai Sidang Pendahuluan Pengujian UU Pemilu di MK. [foto: istimewa]

[JAKARTA] Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pendahuluan Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu), di Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini diketuai oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, dengan anggota Hakim Aswanto dan Hakim Wahiduddin Adams.

Selanjutnya, diberikan waktu 14 hari kerja untuk perbaikan berkas dan diserahkan kembali ke Panitera MK.

Sidang tersebut dihadiri para pihak terkait, termasuk di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

PSI melalui Jangkar Solidaritas (Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia) menggugat Pasal 173 ayat (3) juncto Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu.

Dalam gugatannya, PSI menghendaki agar verifikasi partai politik seharusnya diberlakukan untuk semua peserta pemilu.

Selain itu, PSI juga menggugat Pasal 173 ayat (2) huruf e, yang dianggap tidak mendukung upaya memperluas keterwakilan perempuan di politik. 

"Pasal-pasal terkait verifikasi berlaku diskriminatif karena membedakan perlakuan antara partai politik baru dengan partai politik lama," kata Tim Advokat Jangkar Solidaritas, I Nengah Yasa Adi Susanto, SH., MH., CHT., usai Sidang Pendahuluan tersebut.

Ia berpandangan, banyak faktor yang mempengaruhi sehingga semua partai politik tanpa kecuali harus diverifikasi.

"Di antaranya faktor demografi, pemekaran beberapa daerah, dan pergantian pengurus partai politik dari pusat hingga ke daerah dalam kurun 5 tahun ini banyak terjadi," ujar Yasa Adi, yang juga Ketua DPW PSI Provinsi Bali.

Politikus asal Karangasem, Bali itu juga menganggap bahwa sebuah ketidakadilan dan praktik diskriminatif justru terjadi jika kewajiban melibatkan 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik hanya diberlakukan di kepengurusan tingkat pusat.

"Padahal semangat affirmative action yang hendak dibangun adalah berlaku menyeluruh dan bisa dirasakan hingga ke daerah," tandas pria yang juga pemerhati TKI ini.

Menurut dia, dengan melibatkan 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik di semua tingkatan, maka akan lahir kebijakan-kebijakan politik yang pro terhadap perempuan dan juga akan tersedia calon-calon legislatif perempuan yang lahir dari tersedianya pengurusan perempuan dalam kepengurusan partai politik.

Hal ini, imbuh Yasa Adi, sekaligus juga untuk memudahkan partai politik dalam memenuhi kewajiban 30 persen Caleg perempuan, baik untuk pemilihan anggota DPR maupun anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Editor: San Edison


Berita Terkait

Politik

Para Mahasiswa Ini Mulai Bela Novanto

Rabu, 31 Mei 2017
Politik

Hari Ini, Amien Rais Janji Jawab KPK

Jumat, 02 Juni 2017

Komentar