Margarito: Tragis Perempuan Dilarang Jadi Gubernur
bambang
[JAKARTA]-- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy dan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengingatkan agar pemerintah serta DPR RI tidak cawe-cawe dengan soal dikabulkannya uji materi UU nomor: 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Khusus Yogyakarta (DIY) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
Hal itu diungkapkan Lukman Edy serta Margarito Kamis dalam Forum Legislasi dengan tema 'Dampak Panjang MK Kabulkan Uji Materi UU No:13/2012' yang digelar Media Cetak dan Medsos DPR RI bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Press Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/9).
Seperti diberitakan, MK mengabulkan gugatan uji materi terhadap UU nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan (UUK) DI Yogyakarta, Kamis (31/8). Putusan nomor 88/PUU-XIV/2016 tersebut implikasinya adalah perempuan bisa menjadi gubernur Yogyakarta.
“Jadi, putusan MK bersifat final dan mengikat, yang otomatis perempuan bisa menjadi gubernur Yogyakarta. Secara teknis, tidak ada hubungannya dengan aturan internal Kraton Yogyakarta,” kata politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Sebab itu, wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Riau Satu tersebut menyarankan agar DPRD dan Pemda Yogyakarta merubah peraturan daerah (perda) khusus tentang mensyaratkan mempunyai istri.
Karena, lanjut anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut, Perda itu tidak boleh bertentangan dengan UU. Keluarga Kraton Yogyakarta juga harus merubah aturan (Ugeran) internal.
Perubahan tersebut antara lain, kata Lukman, kalau selama ini gubernur dan Sultan Yogyakarta laki-laki, dengan putusan MK itu kalau Sultannya perempuan (Sulthanah-red), yang bersangkutan juga bisa menjadi gubernur. “Ini sangat tergantung kepada aturan internal keluarga Kraton,” jelas Lukman.
Masalahnya, ungkap Lukman, memang di internal keluarga Kraton Yogyakarta terjadi perbedaan pendapat soal khalifah, sultan dan gubernur. Secara kultural, Sultan itu tidak pernah dijabat perempuan.
Dengan demikian, putusan MK itu menurut Lukman, sudah berlaku tanpa harus menunggu revisi UUK DIY. Untuk itu, putri Sultan HB X bisa menjadi gubernur. Dimana putusan MK itu tak bertentangan dengan UU dan bukan hanya terkait wilayahnya, namun juga produk hukumnya.
“Yang menjadi persoalan adalah seandainya tidak sejalan dengan UU tentu saja harus dirubah. Tapi, itu tergantung kepada keluarga dari pihak kraton, apa yang menjadi keinginan mereka tanpa berlawanan dan bertentangan dengan UU.”
Margarito Kamis menyatakan hal yang sama. Malah dikatakan, baik pemerintah pusat maupun DPR RI jangan main-main dengan putusan MK ini misalnya melakukan revisi terhadap UU No: 13/2012.
“Kalau sultannya perempuan otomatis jadi gubernur. Tapi, itu urusan internal keluarga Kraton Yogjakarta. Sangat tragis kalau perempuan tidak boleh atau dilarang menjadi gubernur. Namun, sekali lagi semua tergantung keluarga kraton,” demikian Margarito Kamis.[A3]