Pembahasan RUU MD3 Kembali Deadlock

Selasa, 06 Juni 2017 | 13:54 WIB
Share Tweet Share

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo (kiri), Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR RI, Dadang Rusdiana (tengah), dan pengamat politik Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Lalongkoe di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/6/2017). [Foto: Indonesiakoran.com]

[JAKARTA] Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 macet atau deadlock.

Masih ada perbedaan pendapat antar fraksi akibat friksi Koalisi Merah Putih (KMP) da Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Subagyo mengatakan, posisi revisi UU MD3 khusus terkait penambahan 11 kursi di MPR RI dan 10 kursi DPR RI masih macet alias deadlock.

Saat ini masih dilakukan lobi-lobi antar fraksi dan kelompok DPD RI, dan baru pada Kamis (8/6/2017) akan ada laporan Kapoksi dari hasil lobi-lobi tersebut.

“Usulan penambahan kursi MPR dan DPR RI itu bermula dari PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014. Tapi, karena politik di DPR itu dinamis, kemudian muncul KMP dan KIH, yang memilih pimpinan melalui sistem paket, maka usulan itu harus melalui revisi UU MD3,” kata Firman Subagyo dalam Forum Legislasi dengan tema “RUU MD3, Urgensi Penambahan 11 Pimpinan MPR” bersama Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR RI, Dadang Rusdiana, dan pengamat politik Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Lalongkoe di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Subagyo mengatakan, pada awalnya usulan itu hanya tambah satu kursi MPR dan satu kursi DPR RI.

Semua fraksi mendukung dan keputusan itu sudah disampaikan ke Presiden RI, dan Presiden RI menyetujui dengan mengeluarkan surat keputusan. Tapi, berkembang lagi muncul usulan tambahan masing-masing dua kursi, sehingga menjadi 7 kursi.

Baleg kemudian meminta agar usulan itu tertulis agar bisa disampaikan ke presiden. Sebab, pemerintah harus mengeluarkan keputusan baru untuk mengganti surat keputusan sebelumnya.

“Kalau tidak, maka usulan yang 11 kursi ini akan cacat hukum. Namun, posisi revisi UU MD3 itu saat ini deadlock. Hasil akhir, tunggu laporan Kapoksi pada Kamis mendatang,” ujarnya.

Dadang Rusdiana mengatakan, sejak dari awal UU MD3 sudah bermasalah. Dari komposisi pimpinan MPR/DPR RI itu saja, sudah ada anomali, karena menggunakan sistem paket dan bukan berdasarkan pemenang pemilu.

“Aneh dan tidak adil. Sehingga munculnya KMP-KIH itu tidak produktif,” kata politisi Hanura ini.

Karena itu, kata Rusdiana, masalah penambahan kursi MPR/DPR ini bukan saja masalah teknis, tapi juga politik.

Meski semula kemunculannya berawal untuk menghormati PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014, tapi revisi UU MD3 ini tidak sederhana. Sedangkan kalau berdasarkan suara terbanyak pemilu, maka harus kocok ulang.

DPR sebagai institusi negara, kata dia, tentu harus akuntabel dimana kalau keputusannya salah akan makin membuat buruk citra DPR, makanya revisi itu perlu pertimbangan mendalam.

“Jangan terlalu jauh, harus sesuai dengan harapan publik. Kalau tidak, DPR akan repot sendiri dengan opini publik di tengah kinerja DPR yang belum optimal ini. Jadi, kita harus responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan publik,” tegas dia.

Editor: Gusti


Berita Terkait

Komentar