Di Balik Dinding, Euforia Semu Pilihan Para Pecandu

Minggu, 11 Juni 2017 | 05:30 WIB
Share Tweet Share

Ilustrai Alegori Gua Plato. [Istimewa]

Dunia ini begitu indah dan berwarna. Lantas, apa gunanya hidup tertutup dalam ruang gelap? Tapi, itulah kenyataan yang harus dihadapi mereka yang memilih hidup tergantung pada narkotika dan obat-obat/bahan berbahaya (Narkoba).

“Begitu banyak tawaran kenikmatan hidup, tapi tak satu pun bisa ku genggam karena telah tenggelam dalam kegelapan narkoba,” demikian pengakuan pengakuan pengguna narkoba yang tengah menjalani rehab, sebagaimana diungkap Daily Mail.

Hidup di balik dinding adalah kiasan tentang hidup para pecandu narkoba. Secara sadar ataupun tidak, mereka terpaksa menutup diri terhadap dunia lain, sesama, bahkan terhadap anggota keluarga.

Dinding tersebut menjadi pembatas dirinya dengan orang lain. Dinding juga menjadi pembatas dirinya dengan realitas, dunia sebenarnya, kehidupan normal yang dijalani orang kebanyakan.

Alegori Gua

Kisah para pecandu mengingatkan kita pada cerita gua dari Plato, seorang pemikir terdepan era Yunani Kuno. Cerita yang dituangkan dalam buku Republic itu lebih dikenal dengan sebutan Alegori Gua Plato.

Kisah ini mengumpamakan sekelompok orang yang sepanjang hidupnya ditawan (dirantai) dalam sebuah gua, menghadap dinding gua. Di belakang mereka ada perapian untuk memanaskan suhu tempat tersebut.

Segala sesuatu yang melintas di balik mereka akan dipantulkan oleh cahaya api ke dinding. Mereka tidak mengenal dunia luar, realitas yang sebenarnya. Di luar diri dan keadaan sendiri, mereka hanya mengenal bayang-bayang yang terpantul ke dinding. Itulah dunia versi mereka.

Suatu saat, mereka dibebaskan dan diminta berjalan keluar melintasi perapian. Kepada mereka ditunjukkan dunia yang sebenarnya. Tapi, karena selama ini yang dikenal mereka hanyalah bayang-bayang yang terdapat pada dinding, mereka menganggap dunia yang terpampang di depan mereka begitu menakutkan.

Dalam pandangan mereka, yang terlihat saat itu bukanlah dunia yang sebenarnya. Mereka pun memilih kembali ke dalam gua dan hidup menghadap dinding, kembali menikmati bayang-bayang yang dipantulkan api, dunia nyata versi para tahanan.

Alegori Plato sungguh suatu ironi. Kenyataannya, kita dapat menemukan kondisi seperti itu dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia narkoba. Tidak sulit membandingkan fakta tersebut dengan kisah para pemakai, pecandu, junkies atau sebutan sejenis.

Euforia 

Kisah pembelajaran seperti itu sekarang mudah ditemukan melalui internet. Silahkan ketik pada browser “Pengakuan pengguna narkoba” atau “confessions of a drug addict”. Ada begitu banyak kisah dari para pengguna, mantan pecandu yang bisa dibaca.

Gambaran hidup yang diungkapkan mereka tidak jauh berbeda dengan perumpamaan yang ditulis Plato ribuan tahun silam. Entah awalnya karena coba-coba, dorongan teman sepergaulan atau untuk mencari kenikmatan sesaat, yang pasti situasi setelahnya lebih dari sekadar “jebakan Batman”.

“jebakan Batman” hanya membuat kita terjatuh sesaat, lantas bangun sambil nyengir. Sedangkan jebakan narkoba lebih menyerupai lingkaran setan, dalam pengakuan para pemakai yang telah sadar.

Jebakan narkoba membuat pengguna semakin membatasi pergaulan, membatasi dunianya, dan masuk dalam lingkaran “kenikmatan yang menyiksa”. Sebabnya, karena kesadaran pengguna telah diubah oleh sensasi berbeda yang ditimbulkan oleh obat-obatan yang dipakai.

“Saya tidak dapat mengontrol diri saya. Narkoba yang mengontrol diri saya...Saya tidak ingin orang mengetahui apa yang saya lakukan...Saya akan terus mengatakan, berikan saya satu (pil) lagi,” demikian ditulis Gor, seorang pelajar di Thailand, dalam diarinya tentang masa-masa teradiksi narkoba.

Sementara itu, pengguna lainnya pada laman komunitas Narcotics Anonymous mengaku, mereka tidak memedulikan orang lain, keadaan di luar mereka, keamanan, kesehatan, singkatnya situasi apa pun di luar kebutuhan mereka.

Yang ada di kepala pengguna hanya egonya, bagaimana saya bisa mendapatkan “barang” yang saya inginkan, berapa harganya, dan kembali menikmatinya.

Pada laman yang sama, pengguna anonim menjelaskan, personalitas dan orientasi pikiran sehat telah dilenyapkan oleh ide tunggal yang dikendalikan oleh bayang-bayang narkoba. Semuanya terarah pada idea “mendapatkan, menggunakan, menemukan cara, menemukan sarana untuk dapatkan lagi” keluh si pengguna.

Segala cara digunakan untuk mendapatkan barang tersebut. Dunia terpusat pada diri sendiri (self-centered) dan hasrat untuk mendapatkan barang. Tidak peduli bagaimana caranya, termasuk jika harus melakukan tindak kriminal sekali pun. Insting dasariah manusia untuk survive atau bertahan hidup memudar, dilunturkan oleh naluri yang dikendalikan narkoba.

Itulah realitas dunia pengguna. Dunia saat sadar begitu mencemaskan dan membuat gelisah, tak ubahnya seperti tawanan yang dibebaskan dari gua dalam Alegori Plato.

Pilihan terbaik bagi mereka adalah kembali mengonsumsi narkoba, kembali ke balik dinding, menghindari realitas sebenarnya atau versi Plato: kembali ke dalam gua sebagai tahanan.

Ironis, bukan? Maka jauhilah narkoba. Sebab narkoba lebih dari sekadar jebakan Batman, Guys!***

Penulis

Iman Febry

Editor: Aven


Berita Terkait

Komentar